Search This Blog

Saturday, March 1, 2014

Romantisme Madura



Romantisme Madura





“Pajjar laggu arena pon nyonara
Bapa’ tanè sè tèdhung pon jaga’a
Ngala’ are’ so landu’ tor capengah
Ajalanagih sarat kawajibhan
Atatamen mabennyak hasel bumina
Mama’mor nagarana tor bangsana

(diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia )

Fajar pagi mataharinya mulai bersinar
Petani yang tidur mulai bangun
Mengambil celurit, cangkul dan topinya
Menjalankan kewajibannya
Bercocok tanam guna memperbanyak hasil buminya
Memakmurkan negara dan bangsanya.


Tidak ada satupun masyarakat Madura yang tak pandai menyanyikan lagu “Pajjar Laggu” tersebut. Semua sekolah dari sekolah formal hingga pondok pesantren mengajarkan lagu yang berarti “Fajar Pagi” diatas. Lagu Pajjar Laggu menunjukkan karakter masyarakat Madura yang ulet dimana mereka sudah harus bekerja di ladang setelah sholat subuh. Dari lagu ini juga bisa ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya masyarakat Madura adalah masyarakat agraris, walaupun sebagian besar lahannya adalah pegunungan kapur. Potensi pertanian di Madura tidak bisa dipandang remeh, tembakau dan jagung dari Madura adalah bahan baku industri pertanian terbaik secara kualitas.

Namun teknik pertanian tradisional disertai manajemen yang tidak professional menyebabkan produksi tembakau dan jagung di Madura menurun. Beberapa tahun terakhir petani di Madura tidak lagi bisa mendapat keuntungan dari dua tanaman tersebut. Diperparah lagi dengan UU untuk membatasi rokok dan produksi tembakau di Indonesia dan terlalu banyaknya pemain bisnis yang kurang sehat seperti tengkulak dan gudang gudang kecil, menyebabkan sektor pertanian bukan lagi hal yang menguntungkan.  Sedangakan jagung sudah tidak lagi menjadi bahan makanan pokok  penduduk Madura saat ini, sehingga permintaan akan produksi jagung juga menurun tajam dibanding pada masa masa yang lampau.

Masyarakat Madura butuh solusi, butuh jalan keluar untuk bisa mencukupi kebutuhan hidup. Industri gula adalah salah satu jalan keluar terbaik yang bisa di lakukan saat ini. Ada beberapa alasan kenapa industri gula dan menanam tebu menjadi solusi untuk menggantikan industri tembakau di Madura. Manajemen yang lebih professional, terbuka, dan langsung antara petani dengan pabrik gula tanpa perantara jelas akan lebih menguntungkan daripada sistem gudang tengkulak di industri tembakau. Sistem bagi hasil yang terbuka dan pasti berdasar rendemen jelas akan menjadi penarik utama dibanding harga berdasar pasar yang ditetapkan oleh tengkulak tembakau. Selain  itu mekanisasi yang sedang gencar dilakukan PTPN X sebagai salah satu BUMN gula terkemuka di Indonesia, akan mendongkrak produktivitas tanaman sehingga hasilnya lebih baik dari teknik tradisional yang biasa dilakukan di industri tembakau dan jagung oleh masyarakat madura pada umumnya.

Kenapa harus mengembangkan industri gula di Madura ? ada segudang alasan untuk menjawab pertanyaan itu. kemajuan teknologi yang digunakan di pabrik gula PTPN X menuntut bahan baku yang juga harus banyak. Sedangkan lahan untuk pertanian tebu di pulau Jawa sudah sangat berkurang. Industri perumahan dan pembangunan infrastruktur publik seperti jalan tol, lapangan olah raga, dan tempat wisata otomatis memakan lahan yang dulunya untuk menanam tebu. Sedangkan untuk mengandalkan TS sudah pasti kurangg mencukupi produksi. Lahan di Madura masih sangat luas baik yang sudah menjadi lahan pertanian ataupun yang tidak diolah dan sangat dimungkinkan untuk menjadi lahan tebu. Jarak pulau Madura dengan beberapa pabrik gula PTPN X khususnya dengan pabrik yang berada di daerah delta tidak lagi menjadi masalah dengan adanya Suramadu. Petani Madura juga lebih penurut dalam teknik budidaya dibanding masyarakat di Jawa yang sudah rancu dibedakan mana yang petani atau yang pedangan, sehingga petugas PTPN X akan lebih leluasa dalam mengatur teknik budidaya untuk meningkatkan produksi tebu.

Madura dan PTPN X adalah mutualisme yang baik. Sehingga sudah selayaknya industri gula di Madura oleh PTPN X benar benar terealisasi dengan baik.  Namun, seperti dalam  proses bisnis yang lain, tidak ada yang ajaib dan semudah membalikkan telapak tangan di awalnya. Sekitar awal 90-an PTPN X sudah memulai penanaman tebu di Madura namun tidak terlalu berhasil sehingga hanya bertahan semusim giling saja. Tahun 2011, wilayah pengembangan Madura dimulai lagi. Menurut data SIPG, untuk MT 13/14, PTPN X menargetkan 1.519,5 Ha dan baru tercapai 901,37 Ha (TS = 147,53 Ha) di seluruh Madura.

Masih banyak masyarakat Madura yang ragu untuk menanam tebu. Sebagian besar petani tembakau masih bertahan menanam tembakau padahal tanaman tersebut sudah tidak menguntungkan lagi. Petani jagung dan padi  hanya sebagian kecil saja yang mau beralih ke tanaman tebu walau produksi mereka merugi. Iming iming subsidi dan keuntungan secara materi tidak akan terlalu berhasil memikat hati masyarakat Madura untuk beralih ke tanaman tebu. Tak ayal sebagian besar lahan yang ditanami tebu adalah tanah percaton jatah kepala desa atau tanah milik instansi pamerintah yang lain. Adapun tanah milik masayarakat yang ditanami sebagian besar mantan petani tebu yang dulu pernah bergabung di PTPN X di tahun 90an. Kenapa ? karena kita melupakan satu hal penting yang menjadi ciri khas orang Madura selama ini. Karakter orang Madura yang hampir tidak diketahui oleh banyak orang lainnya, yang jika kita bisa menggunakan-nya maka akan membuat industri gula di Madura akan pesat bahkan akan membuka peluan usaha yang lain.

Romantisme Madura.

Romantisme berasal dari Bahasa Perancis, dan jika diartikan dalam Bahasa Indonesia artinya adalah aliran seni yang menampilkan unsur fantasi, irrasional, absurd, dan indah walaupun dalam hal yang dramatik atau tragedi . Dalam tulisan ini romantisme bermakna perbuatan yang dilakukan dengan suka hati walaupun dengan alasan yang terkadang irrasional dan absurd. Banyak fenomena dalam kehidupan masyarakat Madura yang terlihat aneh namun ada unsur romantik walaupun dalam hal yang tragedis. Fenomena “carok” – misalnya, banyak orang yang mengartikan itu adalah kejadian criminal, namun sebenarnya didasari pada hal yang romantis. Alasan terbesar  carok adalah rasa cinta yang berlebihan terhadap istri, sehingga melebihi rasa cinta terhadap diri sendiri, yang akhirnya rasa cinta harus di tentukan dengan kematian. Orang Madura akan melakukan apapun untuk sesuatu yang sudah disukainya, walaupun untuk hal yang merugikan sekalipun. Contoh nyata dalam dunia Agrobisnis, sudah bertahun tahun masyarakat Madura merugi akibat harga tembakau yang tidak pasti. Praktek tengkulak dengan adanya gudang gudang kecil sebelum tembakau diolah ke pabrikan menjadi bisnis yang terbuka dan legal di Madura. Namun bagi masyarakat Madura menanam tembakau adalah keharusan dan shortcut menuju kemakmuran. Sehingga terlepas dari kerugian industi tembakau dan adanya UU tembakau yang akan membatasi produksi, orang Madura tetap menanam tembakau.

Karakter romantis orang Madura ini bisa digunakan untuk industri gula khususnya untuk bahan baku tebu. Apalagi industri gula memang jalan keluar untuk kemakmuran masyarakat Madura. Namun langkah untuk mengganti tembakau dengan tebu harus dengan cara yang tepat, cara  yang –Madura – untuk orang Madura. Berikut adalah hal hal yang bisa dilakukan untuk mengambil hati dan membuat tanaman tebu menjadi tanaman utama di Madura bukan lagi tanaman alternative :

1.      Pendekatan terhadap tokoh agama yang kharismatik.

Orang Madura adalah masyarakat yang sangat religious. Hampir 100% masyarakat asli Madura adalah muslim, dan semua masyarakat Madura pasti mengenyam pendidikan agama baik formal maupun informal secara mendalam. Anak anak Madura pasti mengalami pendidikan di madrasah atau di pesantren untuk belajar mengaji, Bahasa arab, dan kitab kuning. Sifat religious orang Madura ini menjadikan tokoh yang paling dihormati di Madura adalah Tokoh Agama yang biasa disebut “Kyai” atau “Lora” ( anak kyai yang biasanya mengasuh pondok pensatren). Sifat paternalistic orang Madura terhadap tokoh agama tidak bisa dipungkiri lagi. Banyak penelitian yang sudah membuktikan tentang hal itu. Pakar politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Jogyakarta, AA GN Aridwipaya menilai, sistem politik yang diterapkan di Madura, kini menganut struktur politik keturunan (paternalistik), dan semua kebijakan bergantung pada tokoh agama tertentu. Jika seorang tokoh Agama memutuskan kebijakan tertentu maka masyarakat pasti akan mengikutinya.  Budaya orang Madura sangat sarat dengan nuansa Islam. Hal itu terjadi karena ulama dan kiai bukan hanya menjadi tokoh panutan, melainkan juga tokoh yang memiliki akar kuat pada beberapa kekuatan politik (Sutarto,2006).

Pendekatan terhadap tokoh agama di Madura menjadi salah satu kunci penting dalam industri gula di Madura. Meminta dukungan kepada Kyai akan berdampak luas terhadap kemauan masyarakat Madura untuk menanam tebu. Ada 3 jenis kiyai di Madura yaitu sebagai berikut :

a)      Kyai Kharismatik

Kyai Kharismatik adalah kyai yang memiliki dampak terbesar dalam kehidupan masyarakat Madura. Kyai kharismatik bisa karena keturunan dari kyai besar atau kyai sepuh yang secara turun temurun di miliki oleh para lora (putra kyai). Kyai kharismatik biasanya berada dalam pondok pesantren besar dan jarang terjun ke dunia diluar hal keagamaan termasuk politik, contohnya adalah dari silsilah Bani Abdul Hamid (KH. Abdul Hamid bin Itsbat) dari PP.Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan. Sebagian besar Kyai kharismatik adalah orang pertama yang membuka pemukiman dan area agraris di Madura, lalu kemudian membuka pondok pesantren, sehingga masyarakat sekitar biasanya adalah para santri sendiri. Dalam sejarahnya posisi para kyai akhirnya diteruskan oleh keturunannya, sehingga system paternalistik masih dianut oleh masyarakat Madura. Bahkan ada sebuah ungkapan menarik yang berkembang dalam masyarakat, “Bukan Kyai jika dia bukan keturunan Kyai walaupun pintar dalam urusan agama”. Kyai yang seharusnya di dekati oleh pihak PTPN X harusnya adalah jenis kyai ini. namun keberadaannya yang memang jauh dari perkotaan menyulitkan petugas yang tidak pernah mengenal sosok ini dalam berkomunikasi. Apalagi untuk kyai sepuh sulit untuk ditemui oleh orang awam kecuali terbentuk hubungan sebelumnya. Perlu komunikasi yang intens untuki pendekatan. PTPN X harus aktif dalam berbagai kegiatan keagaaman khususnya denga pesantren.

Dari berbagai sumber yang pernah penulis temui, kebanyakan petugas dari PTPN X tidak pernah berkomunikasi dengan jenis kyai kharismatik, padahal jika kyai kharismatik yang mendukung dan memerintahkan para santri dan masyarakat umum untuk menanam tebu maka masyarakat Madura sudah pasti akan menanam tebu tanpa banyak pertimbangan. Setelah masyarakat Madura mau menanam tebu baru selanjutnya PTPN X membuktikan ke masyarakat Madura bahwa menanam tebu adalah hal menguntungkan.

Dengan menggunakan pengaruh kyai kharimatik maka anggapan anggapan negatif terhadap tebu setidaknya bisa di redam. Masyarakat Madura percaya sepenuhnya bahwa hasil dari tebu akan barokah dan membawa mereka ke dalam kemakmuran. Dan jika ada fitnah atau hal yang provokatif dari pihak yang tidak suka dengan budidaya tebu, masyarakat Madura tidak akan langsung mengambil kesimpulan tapi meminta saran dari sang kyai telebih dahulu.

b)     Kyai “Langghar”.

Langghar adalah Bahasa Madura untuk surau atau musholla tempat belajar mengaji. Kyai Langghar adalah sebutan untuk tokoh agama atau kyai karena menempuh pendidikan agama  baik di pondok pesantren atau universitas. Tokoh ini banyak yang bergerak dalam dunia  pendidikan sebagai dosen atau guru agama. Jenis kyai ini justru paling mudah dijumpai di perkotaan, namun jenis kyai ini tidak terlalu di ikuti atau kharismatik dimata masyarakat Madura karena bukan keturunan dari kyai sepuh. Paternalistik orang Madura terhadap sosok kyai sedikit berdampak jelek karena tidak memperhatikan tingkat keilmuan seseorang. Namun tidak ada salahnya mendekati jenis kyai ini karena mereka sangat mudah untuk kopromi dan mau menerima perubahan karena memang kebanyakan adalah orang orang modern dan terdidik. Setidaknya ada kelompok kecil terutama yang satu pengajian dengan kyai langghar akan terpengaruh dan mau menjadi petani tebu. Kyai langghar juga bisa menjadi penghubung untuk menemui kyai kharismtik karena sebagian besar dari mereka juga adalah murid dari kyai kharismatik.

c)      Kyai Politik

Jenis kyai politik adalah kyai yang terlibat dalam dunia politik dan pamerintahan. Kyai politik berasal dari kalangan kedua kyai diatas. Salah satu contoh kyai politik yang berpengaruh di Madura adalah Bani Cholil atau keturunan Syaichona Cholil. Kebanyakan dari petugas PTPN X di Madura hanya menjalin hubungan dengan jenis kyai politik. Memang tidak ada salahnya mendekati kyai politik apalagi mendekati mereka bisa menmpermudah pengembangan industri gula dalam hal kebijakan pamerintah atau politik, namun terkadang keputusan yang biasa mereka ambil terlalu dipengaruhi oleh aspek politik dan kelompok. Sehingga hubungan dengan kyai politik harus dengan “jarak yang tepat”.

Dari ketiganya, pendekatan terhadap kyai kharismatik adalah strategi yang efektif. Selain memiliki massa yang besar dan militan untuk di prospek sebagai petani tebu ataupun tenaga kerja budidaya tebu yang saat ini sulit untuk ditemui. Sehingga permasalahan sosial tentang perkebunan tebu dengan masyarakat Madura bisa di atasi.

2.      Ekspansi bisnis ke peternakan sapi.

Sapi bagi masyarakat Madura memiliki tempat khusus dalam kehidupannya. Memiliki sapi bukan hanya menjadi investasi dan untuk membajak sawah, tapi juga menjadi lifestyle  dan symbol kedudukan seseorang di mata masyarakat. inilah kenapa sapi yang menang dalam adu “karapan sapi” memiliki nilai yang mencapai ratusan juta. Seseorang menjadi terpandang di sebuah pedasaan tak hanya dinilai dari keturunan atau paternalistic tapi juga seberapa banyak dan bagus sapi yang dia miliki.

Madura dikenal sebagai pulau sapi sebenarnya sudah semenjak dari jaman Kolonial Belanda. Sapi Madura termasuk dalam ras asli Indonesia. Sapi Madura merupakan hasil perkawinan silang antara indukan Bos taurus atau Bos javanicus dengan pejantan Bos indicus. Sapi Madura memiliki kelebihan sebagai sapi yang tahan terhadap penyakit, kuat, mudah adaptasi, dan tahan terhadap pakan dengan kualitas rendah.

Sikap romantis masyarakat terhadap sapi bisa digunakan agar mereka tergerak dalam menanam tebu. PTPN X bisa memberikan pinjaman berbunga rendah baik itu berupa PKBL atau jenis kredit usaha rakyat khusus petani untuk beternak sapi, terutama untuk sapi pedaging. Pinjaman itu hanya bisa di berikan jika ada trigger kontrak terhadap lahan yang akan ditanami tebu. Kredit murah tersebut bisa memicu masyarakat untuk menanam tebu karena mereka akan memiliki bayak keuntungan, yaitu investasi dan nama baik. Dengan memiliki sapi yang berkualitas maka secara sosial derajat petani terutama untuk petani kecil akan terangkat di mata masyarakat. Secara ironis PTPN X bisa “memukul” paradigma bahwa untuk menanam tembakau orang Madura harus menjual sapi nya sebagai modal. Dengan tebu mereka memiliki investasi di sektor pertanian dan sektor peternakan sekaligus.

Peternakan sapi Madura dan Madrasin jika dikelola dengan business management yang baik bisa menjadi pengembangan usaha PTPN X. Peternakan masyarakat Madura di suplai oleh peternakan yang lebih besar milik PTPN X yang menyediakan bibit unggul. Dengan begitu, para peternak sapi tersebut pasti akan mendapat bibit sapi yang baik, sementara itu PTPN X memiliki diversifikasi usaha yang menjanjikan yaitu peternakan sapi. PTPN X juga bisa mengkombinasikan dengan pabrik bio kompos yang menampung kotoran sapi menjadi kompos. Baik dari sisi ekonomi, efektifitas dan kemandirian usaha PTPN X dalam berkomitmen mengembangkan industri gula dan perkebunan tebu di Madura akan lebih baik.  

Secara sederhana dari tulisan ini, ada hal besar yang harus dilakukan pihak PTPN X untuk mengembangkan industri tebu di Madura yaitu pendekatan terhadap kyai kharismatik dan mengembangkan peternakan sapi Madura. Sehingga dengan sendirinya romantisme masyarakat Madura akan menjadi strategi yang efektif dalam industri gula dan perkebunan tebu.

No comments:

Calendar