Romantisme Madura
“Pajjar laggu arena
pon nyonara
Bapa’ tanè sè tèdhung pon jaga’a
Ngala’ are’ so landu’ tor capengah
Bapa’ tanè sè tèdhung pon jaga’a
Ngala’ are’ so landu’ tor capengah
Ajalanagih sarat
kawajibhan
Atatamen mabennyak hasel bumina
Mama’mor nagarana tor bangsana “
Atatamen mabennyak hasel bumina
Mama’mor nagarana tor bangsana “
(diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia )
Fajar pagi mataharinya mulai bersinar
Petani yang tidur mulai bangun
Mengambil celurit, cangkul dan topinya
Menjalankan kewajibannya
Bercocok tanam guna memperbanyak hasil buminya
Memakmurkan negara dan bangsanya.
Tidak ada satupun masyarakat
Madura yang tak pandai menyanyikan lagu “Pajjar Laggu” tersebut. Semua sekolah
dari sekolah formal hingga pondok pesantren mengajarkan lagu yang berarti
“Fajar Pagi” diatas. Lagu Pajjar Laggu
menunjukkan karakter masyarakat Madura yang ulet dimana mereka sudah harus
bekerja di ladang setelah sholat subuh. Dari lagu ini juga bisa ditarik
kesimpulan bahwa sebenarnya masyarakat Madura adalah masyarakat agraris,
walaupun sebagian besar lahannya adalah pegunungan kapur. Potensi pertanian di
Madura tidak bisa dipandang remeh, tembakau dan jagung dari Madura adalah bahan
baku industri pertanian terbaik secara kualitas.
Namun teknik pertanian
tradisional disertai manajemen yang tidak professional menyebabkan produksi
tembakau dan jagung di Madura menurun. Beberapa tahun terakhir petani di Madura
tidak lagi bisa mendapat keuntungan dari dua tanaman tersebut. Diperparah lagi
dengan UU untuk membatasi rokok dan produksi tembakau di Indonesia dan terlalu
banyaknya pemain bisnis yang kurang sehat seperti tengkulak dan gudang gudang
kecil, menyebabkan sektor pertanian bukan lagi hal yang menguntungkan. Sedangakan jagung sudah tidak lagi menjadi
bahan makanan pokok penduduk Madura saat
ini, sehingga permintaan akan produksi jagung juga menurun tajam dibanding pada
masa masa yang lampau.
Masyarakat Madura butuh solusi,
butuh jalan keluar untuk bisa mencukupi kebutuhan hidup. Industri gula adalah
salah satu jalan keluar terbaik yang bisa di lakukan saat ini. Ada beberapa
alasan kenapa industri gula dan menanam tebu menjadi solusi untuk menggantikan
industri tembakau di Madura. Manajemen yang lebih professional, terbuka, dan
langsung antara petani dengan pabrik gula tanpa perantara jelas akan lebih
menguntungkan daripada sistem gudang tengkulak di industri tembakau. Sistem
bagi hasil yang terbuka dan pasti berdasar rendemen jelas akan menjadi penarik
utama dibanding harga berdasar pasar yang ditetapkan oleh tengkulak tembakau.
Selain itu mekanisasi yang sedang gencar
dilakukan PTPN X sebagai salah satu BUMN gula terkemuka di Indonesia, akan
mendongkrak produktivitas tanaman sehingga hasilnya lebih baik dari teknik
tradisional yang biasa dilakukan di industri tembakau dan jagung oleh
masyarakat madura pada umumnya.
Kenapa harus mengembangkan
industri gula di Madura ? ada segudang alasan untuk menjawab pertanyaan itu.
kemajuan teknologi yang digunakan di pabrik gula PTPN X menuntut bahan baku
yang juga harus banyak. Sedangkan lahan untuk pertanian tebu di pulau Jawa
sudah sangat berkurang. Industri perumahan dan pembangunan infrastruktur publik
seperti jalan tol, lapangan olah raga, dan tempat wisata otomatis memakan lahan
yang dulunya untuk menanam tebu. Sedangkan untuk mengandalkan TS sudah pasti kurangg
mencukupi produksi. Lahan di Madura masih sangat luas baik yang sudah menjadi
lahan pertanian ataupun yang tidak diolah dan sangat dimungkinkan untuk menjadi
lahan tebu. Jarak pulau Madura dengan beberapa pabrik gula PTPN X khususnya dengan
pabrik yang berada di daerah delta tidak lagi menjadi masalah dengan adanya
Suramadu. Petani Madura juga lebih penurut dalam teknik budidaya dibanding
masyarakat di Jawa yang sudah rancu dibedakan mana yang petani atau yang
pedangan, sehingga petugas PTPN X akan lebih leluasa dalam mengatur teknik
budidaya untuk meningkatkan produksi tebu.
Madura dan PTPN X adalah
mutualisme yang baik. Sehingga sudah selayaknya industri gula di Madura oleh
PTPN X benar benar terealisasi dengan baik.
Namun, seperti dalam proses
bisnis yang lain, tidak ada yang ajaib dan semudah membalikkan telapak tangan
di awalnya. Sekitar awal 90-an PTPN X sudah memulai penanaman tebu di Madura
namun tidak terlalu berhasil sehingga hanya bertahan semusim giling saja. Tahun
2011, wilayah pengembangan Madura dimulai lagi. Menurut data SIPG, untuk MT 13/14, PTPN X menargetkan
1.519,5 Ha dan baru tercapai 901,37 Ha (TS = 147,53 Ha) di seluruh Madura.
Masih banyak masyarakat Madura
yang ragu untuk menanam tebu. Sebagian besar petani tembakau masih bertahan
menanam tembakau padahal tanaman tersebut sudah tidak menguntungkan lagi. Petani
jagung dan padi hanya sebagian kecil
saja yang mau beralih ke tanaman tebu walau produksi mereka merugi. Iming iming
subsidi dan keuntungan secara materi tidak akan terlalu berhasil memikat hati
masyarakat Madura untuk beralih ke tanaman tebu. Tak ayal sebagian besar lahan
yang ditanami tebu adalah tanah percaton jatah kepala desa atau tanah milik
instansi pamerintah yang lain. Adapun tanah milik masayarakat yang ditanami
sebagian besar mantan petani tebu yang dulu pernah bergabung di PTPN X di tahun
90an. Kenapa ? karena kita melupakan satu hal penting yang menjadi ciri khas
orang Madura selama ini. Karakter orang Madura yang hampir tidak diketahui oleh
banyak orang lainnya, yang jika kita bisa menggunakan-nya maka akan membuat
industri gula di Madura akan pesat bahkan akan membuka peluan usaha yang lain.
Romantisme
Madura.
Romantisme berasal dari Bahasa
Perancis, dan jika diartikan dalam Bahasa Indonesia artinya adalah aliran seni
yang menampilkan unsur fantasi, irrasional, absurd, dan indah walaupun dalam
hal yang dramatik atau tragedi . Dalam tulisan ini romantisme bermakna
perbuatan yang dilakukan dengan suka hati walaupun dengan alasan yang terkadang
irrasional dan absurd. Banyak fenomena dalam kehidupan masyarakat Madura yang
terlihat aneh namun ada unsur romantik walaupun dalam hal yang tragedis.
Fenomena “carok” – misalnya, banyak orang yang mengartikan itu adalah kejadian
criminal, namun sebenarnya didasari pada hal yang romantis. Alasan
terbesar carok adalah rasa cinta yang
berlebihan terhadap istri, sehingga melebihi rasa cinta terhadap diri sendiri,
yang akhirnya rasa cinta harus di tentukan dengan kematian. Orang Madura akan
melakukan apapun untuk sesuatu yang sudah disukainya, walaupun untuk hal yang
merugikan sekalipun. Contoh nyata dalam dunia Agrobisnis, sudah bertahun tahun
masyarakat Madura merugi akibat harga tembakau yang tidak pasti. Praktek
tengkulak dengan adanya gudang gudang kecil sebelum tembakau diolah ke pabrikan
menjadi bisnis yang terbuka dan legal di Madura. Namun bagi masyarakat Madura menanam
tembakau adalah keharusan dan shortcut menuju
kemakmuran. Sehingga terlepas dari kerugian industi tembakau dan adanya UU
tembakau yang akan membatasi produksi, orang Madura tetap menanam tembakau.
Karakter romantis orang Madura
ini bisa digunakan untuk industri gula khususnya untuk bahan baku tebu. Apalagi
industri gula memang jalan keluar untuk kemakmuran masyarakat Madura. Namun
langkah untuk mengganti tembakau dengan tebu harus dengan cara yang tepat,
cara yang –Madura – untuk orang Madura.
Berikut adalah hal hal yang bisa dilakukan untuk mengambil hati dan membuat
tanaman tebu menjadi tanaman utama di Madura bukan lagi tanaman alternative :
1.
Pendekatan
terhadap tokoh agama yang kharismatik.
Orang Madura adalah masyarakat
yang sangat religious. Hampir 100% masyarakat asli Madura adalah muslim, dan
semua masyarakat Madura pasti mengenyam pendidikan agama baik formal maupun
informal secara mendalam. Anak anak Madura pasti mengalami pendidikan di
madrasah atau di pesantren untuk belajar mengaji, Bahasa arab, dan kitab
kuning. Sifat religious orang Madura ini menjadikan tokoh yang paling dihormati
di Madura adalah Tokoh Agama yang biasa disebut “Kyai” atau “Lora” ( anak kyai
yang biasanya mengasuh pondok pensatren). Sifat paternalistic orang Madura
terhadap tokoh agama tidak bisa dipungkiri lagi. Banyak penelitian yang sudah
membuktikan tentang hal itu. Pakar politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM),
Jogyakarta, AA GN Aridwipaya menilai, sistem politik yang diterapkan di Madura, kini menganut struktur
politik keturunan (paternalistik), dan semua kebijakan bergantung pada tokoh
agama tertentu. Jika seorang tokoh Agama memutuskan kebijakan tertentu maka
masyarakat pasti akan mengikutinya. Budaya orang Madura sangat sarat dengan
nuansa Islam. Hal itu terjadi karena ulama dan kiai bukan hanya menjadi tokoh
panutan, melainkan juga tokoh yang memiliki akar kuat pada beberapa kekuatan
politik (Sutarto,2006).
Pendekatan terhadap tokoh agama
di Madura menjadi salah satu kunci penting dalam industri gula di Madura.
Meminta dukungan kepada Kyai akan berdampak luas terhadap kemauan masyarakat
Madura untuk menanam tebu. Ada 3 jenis kiyai di Madura yaitu sebagai berikut :
a)
Kyai
Kharismatik
Kyai
Kharismatik adalah kyai yang memiliki dampak terbesar dalam kehidupan
masyarakat Madura. Kyai kharismatik bisa karena keturunan dari kyai besar atau
kyai sepuh yang secara turun temurun di miliki oleh para lora (putra kyai).
Kyai kharismatik biasanya berada dalam pondok pesantren besar dan jarang terjun
ke dunia diluar hal keagamaan termasuk politik, contohnya adalah dari silsilah Bani Abdul Hamid
(KH. Abdul Hamid bin Itsbat) dari PP.Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan.
Sebagian besar Kyai kharismatik adalah orang pertama yang membuka pemukiman dan
area agraris di Madura, lalu kemudian membuka pondok pesantren, sehingga
masyarakat sekitar biasanya adalah para santri sendiri. Dalam sejarahnya posisi
para kyai akhirnya diteruskan oleh keturunannya, sehingga system paternalistik
masih dianut oleh masyarakat Madura. Bahkan ada sebuah ungkapan menarik yang
berkembang dalam masyarakat, “Bukan Kyai jika dia bukan keturunan Kyai walaupun
pintar dalam urusan agama”. Kyai yang seharusnya di dekati oleh pihak PTPN X
harusnya adalah jenis kyai ini. namun keberadaannya yang memang jauh dari
perkotaan menyulitkan petugas yang tidak pernah mengenal sosok ini dalam
berkomunikasi. Apalagi untuk kyai sepuh sulit untuk ditemui oleh orang awam
kecuali terbentuk hubungan sebelumnya. Perlu komunikasi yang intens untuki pendekatan.
PTPN X harus aktif dalam berbagai kegiatan keagaaman khususnya denga pesantren.
Dari berbagai sumber yang
pernah penulis temui, kebanyakan petugas dari PTPN X tidak pernah berkomunikasi
dengan jenis kyai kharismatik, padahal jika kyai kharismatik yang mendukung dan
memerintahkan para santri dan masyarakat umum untuk menanam tebu maka
masyarakat Madura sudah pasti akan menanam tebu tanpa banyak pertimbangan. Setelah
masyarakat Madura mau menanam tebu baru selanjutnya PTPN X membuktikan ke
masyarakat Madura bahwa menanam tebu adalah hal menguntungkan.
Dengan menggunakan
pengaruh kyai kharimatik maka anggapan anggapan negatif terhadap tebu
setidaknya bisa di redam. Masyarakat Madura percaya sepenuhnya bahwa hasil dari
tebu akan barokah dan membawa mereka ke dalam kemakmuran. Dan jika ada fitnah
atau hal yang provokatif dari pihak yang tidak suka dengan budidaya tebu,
masyarakat Madura tidak akan langsung mengambil kesimpulan tapi meminta saran
dari sang kyai telebih dahulu.
b)
Kyai “Langghar”.
Langghar adalah Bahasa Madura
untuk surau atau musholla tempat belajar mengaji. Kyai Langghar adalah sebutan
untuk tokoh agama atau kyai karena menempuh pendidikan agama baik di pondok pesantren atau universitas.
Tokoh ini banyak yang bergerak dalam dunia
pendidikan sebagai dosen atau guru agama. Jenis kyai ini justru paling
mudah dijumpai di perkotaan, namun jenis kyai ini tidak terlalu di ikuti atau
kharismatik dimata masyarakat Madura karena bukan keturunan dari kyai sepuh.
Paternalistik orang Madura terhadap sosok kyai sedikit berdampak jelek karena
tidak memperhatikan tingkat keilmuan seseorang. Namun tidak ada salahnya
mendekati jenis kyai ini karena mereka sangat mudah untuk kopromi dan mau
menerima perubahan karena memang kebanyakan adalah orang orang modern dan
terdidik. Setidaknya ada kelompok kecil terutama yang satu pengajian dengan
kyai langghar akan terpengaruh dan mau menjadi petani tebu. Kyai langghar juga
bisa menjadi penghubung untuk menemui kyai kharismtik karena sebagian besar
dari mereka juga adalah murid dari kyai kharismatik.
c)
Kyai Politik
Jenis kyai politik adalah kyai
yang terlibat dalam dunia politik dan pamerintahan. Kyai politik berasal dari
kalangan kedua kyai diatas. Salah satu contoh kyai politik yang berpengaruh di
Madura adalah Bani Cholil atau keturunan Syaichona Cholil. Kebanyakan dari
petugas PTPN X di Madura hanya menjalin hubungan dengan jenis kyai politik.
Memang tidak ada salahnya mendekati kyai politik apalagi mendekati mereka bisa
menmpermudah pengembangan industri gula dalam hal kebijakan pamerintah atau
politik, namun terkadang keputusan yang biasa mereka ambil terlalu dipengaruhi
oleh aspek politik dan kelompok. Sehingga hubungan dengan kyai politik harus
dengan “jarak yang tepat”.
Dari ketiganya, pendekatan
terhadap kyai kharismatik adalah strategi yang efektif. Selain memiliki massa
yang besar dan militan untuk di prospek sebagai petani tebu ataupun tenaga
kerja budidaya tebu yang saat ini sulit untuk ditemui. Sehingga permasalahan
sosial tentang perkebunan tebu dengan masyarakat Madura bisa di atasi.
2.
Ekspansi
bisnis ke peternakan sapi.
Sapi bagi masyarakat Madura
memiliki tempat khusus dalam kehidupannya. Memiliki sapi bukan hanya menjadi
investasi dan untuk membajak sawah, tapi juga menjadi lifestyle dan symbol
kedudukan seseorang di mata masyarakat. inilah kenapa sapi yang menang dalam
adu “karapan sapi” memiliki nilai yang mencapai ratusan juta. Seseorang menjadi
terpandang di sebuah pedasaan tak hanya dinilai dari keturunan atau
paternalistic tapi juga seberapa banyak dan bagus sapi yang dia miliki.
Madura dikenal sebagai pulau sapi
sebenarnya sudah semenjak dari jaman Kolonial Belanda. Sapi Madura termasuk
dalam ras asli Indonesia. Sapi Madura merupakan hasil perkawinan silang antara
indukan Bos taurus atau Bos javanicus dengan pejantan Bos indicus. Sapi Madura memiliki
kelebihan sebagai sapi yang tahan terhadap penyakit, kuat, mudah adaptasi, dan
tahan terhadap pakan dengan kualitas rendah.
Sikap romantis masyarakat
terhadap sapi bisa digunakan agar mereka tergerak dalam menanam tebu. PTPN X
bisa memberikan pinjaman berbunga rendah baik itu berupa PKBL atau jenis kredit
usaha rakyat khusus petani untuk beternak sapi, terutama untuk sapi pedaging.
Pinjaman itu hanya bisa di berikan jika ada trigger
kontrak terhadap lahan yang akan ditanami tebu. Kredit murah tersebut bisa
memicu masyarakat untuk menanam tebu karena mereka akan memiliki bayak
keuntungan, yaitu investasi dan nama baik. Dengan memiliki sapi yang
berkualitas maka secara sosial derajat petani terutama untuk petani kecil akan
terangkat di mata masyarakat. Secara ironis PTPN X bisa “memukul” paradigma bahwa
untuk menanam tembakau orang Madura harus menjual sapi nya sebagai modal.
Dengan tebu mereka memiliki investasi di sektor pertanian dan sektor peternakan
sekaligus.
Peternakan sapi Madura dan
Madrasin jika dikelola dengan business
management yang baik bisa menjadi pengembangan usaha PTPN X. Peternakan
masyarakat Madura di suplai oleh peternakan yang lebih besar milik PTPN X yang
menyediakan bibit unggul. Dengan begitu, para peternak sapi tersebut pasti akan
mendapat bibit sapi yang baik, sementara itu PTPN X memiliki diversifikasi usaha
yang menjanjikan yaitu peternakan sapi. PTPN X juga bisa mengkombinasikan
dengan pabrik bio kompos yang menampung kotoran sapi menjadi kompos. Baik dari
sisi ekonomi, efektifitas dan kemandirian usaha PTPN X dalam berkomitmen
mengembangkan industri gula dan perkebunan tebu di Madura akan lebih baik.
Secara sederhana dari tulisan
ini, ada hal besar yang harus dilakukan pihak PTPN X untuk mengembangkan
industri tebu di Madura yaitu pendekatan terhadap kyai kharismatik dan mengembangkan peternakan sapi Madura. Sehingga
dengan sendirinya romantisme masyarakat
Madura akan menjadi strategi yang efektif dalam industri gula dan perkebunan
tebu.
No comments:
Post a Comment